Event

konten 1
konten 2
konten 3

Khutbah Jumat

Dakwah

Akidah

Kedokteran Islam VS Barat Zaman Kejayaan Islam

Rabu, 28 Desember 2011

Meski pun dunia kedokteran di Barat pada hari ini harus diakui telah mencapai prestasi yang luar biasa, namun kalau kita bandingkan dengan dunia kedokteran di masa kejayaan umat Islam di masa lalu, kita akan mendapatkan beberapa perbedaan yang amat signifikan. Tidak ada salahnya bila kita melakukan perbandingan sebagai analisa yang tajam terhadap realitas kehidupan umat Islam di masa lalu dan di masa sekarang.

1. Diorientasikan Untuk Masuk Surga

Para dokter muslim di masa kejayaan Islam di masa lalu sejak mengabdi di dunianya semata-mata untuk mendapatkan nilai pahala yang besar di sisi Allah. Ilmu yang didapatnya itu sejak awal dipelajari dengan motivasi yang jelas, yaitu memudahkan jalannya ke surga, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلىَ الجَنَّةِ

Orang yang meniti jalan dalam rangka menuntut ilmu agama, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga. (HR. Muslim)

Para mahasiswa muslim di masa itu belajar dengan sekuat tenaga, menghabiskan masa bertahun-tahun, menekuni buku, melakukan berbagai penelitian di dalam laboratorium, melakukan diskusi dan tanya jawab dengan para dokter yang sudah senior, dengan ikhlas semata-mata karena memandang bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah salah satu bentuk ibadah yang akan membawanya menuju pintu surga.

Berbeda dengan para dokter di Barat hari ini, yang mereka umumnya tidak percaya adanya kehidupan setelah mati. Sehingga motivasi mereka jauh dari urusan akhirat. Semuanya belajar hanya karena motivasi duniawi, bisa karena hobi dan kesenangan, bisa juga sekedar untuk membuktikan bahwa dirinya mampu kuliah di fakultas kedokteran, atau sekedar untuk bisa hidup enak jadi dokter dengan banyak pemasukan dan pendapatan.

2. Kewajiban Agama

Umat Islam di masa lalu ketika belajar ilmu kedokteran dan kemudian berpraktek sebagai dokter yang menjalani usaha untuk menyembuhkan, dilatar-belakangi dengan kefahaman bahwa semua itu hukumnya bukan hanya sunnah, tetapi sudah mencapai derajat fardhu kifayah.

Dalam hal perintah untuk mencari kesembuhan atas suatu penyakit, Rasulullah SAW telah bersabda :

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءَ أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ: إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ فَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءُ فَتَدَاوُوا وَلاَ تَتَدَاوُوا
بِحَرَامٍ

Dari Abi Ad-Darda` radhiyallahuanhu bahwa Nabi saw. bersabda,`Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat. Dan Dia menjadikan buat tiap-tiap penyakit ada obatnya. Maka, makanlah obat, tapi janganlah makan obat dari yang haram`. (HR. Abu Daud)

Para dokter muslim meyakini bahwa penyakit dan obat itu turun dari sisi Allah. Maka bila ada penyakit menyerang manusia, ada kewajiban untuk mengobatinya dengan cara mencari obatnya.

Dan kalimat fatadawu (فتداووا) berbentuk fi`il amr atau kata dalam bentuk perintah. Dan yang namanya kata perintah itu aslinya menunjukkan kewajiban. Para ulama punya kaidah dalam hal ini yaitu al-maru lil wujub (الأمر للوجوب).

Namun karena tidak semua orang punya bakat dan minat pada bidang kesehatan dan kedokteran, para ulama sepakat tidak menjadikan belajar ilmu kedokteran ini sebagai kewajiban yang sifatnya individual, melainkan bersifat kolektif (fardhu kifayah).

3. Tolong Menolong

Islam adalah agama yang mendorong tiap manusia untuk selalu memberikan pertolongan kepada orang lain. Menyembuhkan orang lain termasuk di antara sekian banyak bentuk tolong menolong yang nyata.

Di dalam Al-Quran Al-Karim Allah SWT telah memerintahkan tolong menolong dengan sesama :

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(QS. Al-Maidah : 2)

Dan Rasulullah SAW telah memerintahkan setiap muslim untuk dapat bermanfaat buat saudaranya lewat hadits beliau :

مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ

Siapa yang mampu untuk dapat bermanfaat buatsaudaranya, maka berilah manfaat (HR. Muslim)

Sementara sejak lahirnya dunia kedokteran di Eropa di masa-masa kebangkitan kapitalisme, maka urusan menyembuhkan orang lain pun ikut-ikutan terseret arus bisnis dan jual-beli. Motonya adalah : Kalau mau sehat harus bayar. Kalau tidak mampu bayar, jangan mengharapkan kesehatan.

Sejarah rumah sakit berbayar justru dimulai di Barat. Sedangkan dunia Islam di masa kejayaannya tidak mengenal rumah sakit yang berbayar. Semua pasien dirawat dengan gratis, tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Justru pasien yang dirawat itu malah diberi uang pengganti dari kerugiannya tidak bekerja selama beberapa hari.

Sejarah bahwa seorang dokter harus dibayar mahal hingga menjadi kaya raya, sejarahnya juga dimulai di Barat. Para dokter muslim di masa itu umumnya sejak dini telah mendedikasikan seluruh hidupnya demi kepentingan umat dan khalayak. Ketika mereka mengobati orang lain, judul besarnya adalah amal jariyah, bukan mencari sesuap nasi dan sebongkah berlian.

Industri farmasi yang bisa menjual obat dengan harga semahal-mahalnya, juga berasal dari Barat. Di dunia Islam, meski ada begitu banyak diproduksi obat-obatan, tidak ada satu pun yang diperjual-belikan. Obat-obatan itu diberikan dengan cuma-cuma kepada siapa saja yang membutuhkannya. Di masa itu dunia Islam tidak mengenal istilah `menebus obat`.

Bahkan segala bentuk penemuan ilmiyah, yang kalau terjadi di dunia Islam dianggap sebagai bentuk persembahan, pengabdian, serta amal jariyah sang penemu, maka di Barat semua itu harus ada harganya. Berbagai jenis penemuan obat-obatan kemudian dipatenkan, sehingga tidak boleh ada pihak yang memproduksinya, kecuali dengan membayar royalti kepada pihak yang mempatenkan.

Celakanya, pihak yang mempatenkan suatu obat, belum tentu dia yang paling berjasa dalam penemuan tersebut. Bisa saja dia mencuri atau mendapatkannya dengan cara-cara yang licik. Misalnya, seorang dari Eropa datang ke dunia Islam, lalu belajar dari para dokter muslim tentang resep suatu obat tertentu. Ketika dia pulang ke Eropa, dia patenkan obat itu seolah-olah dirinya itulah penemunya. Padahal obat itu sudah dipakai ratusan tahun sebelumnya di dunia Islam, tanpa ada urusan paten-patenan.
Kasusnya mirip dengan balada dengan tempe di negeri kita. Sejak ratusan tahun yang lalu nenek moyang kita sudah makan tempe, tiba-tiba ada satu negara yang mempatenkan tempe dan sekonyong-konyong diklaim sebagai hasil karya mereka.

4. Dasar Ilmiyah

Ilmu kedokteran di dunia Islam berkembang karena ada perintah untuk selalu melakukan penelitian, pengkajian serta penggunaan otak dan akal. Al-Quran berkali-kali menyindir manusia untuk menggunakan akalnya.

فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِي اللّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu !" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti. (QS. Al-Baqarah : 73)


وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ أَفَلا تَعْقِلُونَ

Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya? (QS. Al-Mukminun : 80)

Sementara dunia kedokteran di Barat, meski pun Nabi Isa alahissalam dikenal sebagai tabib yang pandai mengobati orang sakit, namun di masa itu ilmu kedokteran yang ilmiyah dan menggunakan nalar serta penelitian yang logis malah tidak berkembang. Sebaliknya justru yang berkembang malah mitologi dan berbagai kepercayaan aneh-aneh. Mereka mengobati orang dengan menggunakan asap dupa, lewat perantaraan para makhluq halus, ilmu sihir dan perdukunan.

Setiap ada orang terkena penyakit, selalu ada pihak-pihak yang dicurigai telah melakukan santet, teluh dan sejenisnya. Sehingga hal itu membuat para dukun laris manis didatangi para pesakitan yang minta tolong diusirkan roh yang merasukinya.
Pendeknya, di masa itu dunia kedokteran Barat tidak layak disebut kedokteran, tetapi lebih tepat untuk disebut perdukunan yang jauh dari ilmu pengetahuan.

Dalam dua peristiwa yang dikisahkan Usamah bin Munqiz dalam buku Al-I`tibar kita dapat melihat sejauh mana kebodohan tentara-tentara Salib Barat terhadap ilmu kedokteran, dan sejauh mana pengetahuan dokter-dokter mereka. Usamah mengatakan, ada salah satu keanehan dalam kedokteran mereka (orang-orang Barat).

Selanjutnya Usamah berkata, Penguasa Manaitharah pernah menulis surat kepada pamanku. Penguasa minta dikirimkan seorang dokter untuk mengobati sahabat-sahabatnya yang sakit. Pamanku mengirimkan dokter Nasrani bernama Tsabit. Tak sampai sepuluh hari dokter itu sudah kembali. Kami berkata kepadanya,`Betapa cepat Anda mengobati orang-orang sakit`. Dokter itu lalu berkata,`Mereka membawa kepadaku seorang prajurit berkuda yang terdapat bisul di kakinya dan seorang perempuan yang pucat sekali. Aku mengopres prajurit itu sehingga pecah bisulnya dan akhirnya dia sembuh, sedangkan perempuan itu aku hangatkan dan aku segarkan kembali tubuhnya`.

Kemudian datang kepada mereka seorang dokter Barat. Dia berkata,`Orang ini tidak mengetahui cara mengobati mereka`.

Lalu dokter Barat bertanya kepada si prajurit,`Mana yang lebih engkau sukai, hidup dengan satu kaki atau mati dengan dua kaki?`. Prajurit itu menjawab,`Hidup dengan satu kaki`.

Dokter itu berkata,`Panggilkan seorang prajurit dan kuat dan kapak yang tajam!`. Setelah prajurit dan kapak yang dimaksud sudah ada, dokter itu lalu meletakkan betis prajurit yang berbisul itu di lobang papan dan berkata,`Potonglah kakinya dengan kapak itu!`.

Prajurit yang kuat itu mengayunkan kapaknya sekali tetapi kaki itu tidak putus. Maka diulanginya sekali lagi sehingga mengalir sumsum tulang betis itu dan prajurit itu tewas seketika.

Sedangkan pasien perempuan, tindakan yang dilakukan oleh si dokter Salib itu adalah menyuruh perempuan itu direndam di dalam air panas. Seketika itu juga di pasien perempuan itu langsung meninggal dunia.

Sangat boleh jadi besarnya korban di pihak Eropa dari perang Salib selama 200-an tahun bukan karena mereka mati di medan perang, tetapi karena buruknya dunia kedokteran mereka, sehingga tidak bisa merawat pasien yang terluka, akhirnya malah pada mati.

Al-Ustadz Dr. Mustafa As-Siba`i yang menulis kitab Min Rawai`i Hadharatina menyimpulkan pada bagian akhir bab tentang kedokteran di masa kejayaan Islam sebagai berikut :

a. Dalam pengaturan rumah sakit, peradaban kita lebih dahulu dari orang-orang Barat, sekurang-kurangnya tujuh abad.

b. Rumah sakit-rumah sakit kita berpijak pada rasa kemanusiaan yang mulia yang tak ada bandingannya dalam sejarah dan tidak pula dikenal oleh orang-orang Barat sampai sekarang.

c. Kita adalah umat paling dahulu mengenal pengaruh besar musik, komedi dan sugesti dalam penyembuhan orang-orang sakit.

d. Dalam mewujudkan solidaritas sosial kita telah mencapai batas yang tidak pernah dicapai oleh peradaban Barat hingga sekarang, yakni ketika kita memberikan perawatan, pengobatan dan makanan kepada para pasien secara gratis. Bahkan kepada yang miskin kita memberikan sejumlah uang uang bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sampai mampu bekerja.

(bersambung)

* Tulisan ini adalah petikan dari bab pertama buku jilid ke-13 dari : Seri Fiqih Kehidupan (13): Kedokteran
ref : http://www.beritamantap.com
Read Post | komentar

Israel Jadikan Masjid Agung Bersyeba Negev Menjadi Museum

Yayasan Al-Aqsha untuk sumbangan dan warisan mengatakan pemerintah pendudukan Israel (IOA) dan otoritas eksekutif Israel mendukung masjid agung di kota Bersyeba Negev, sebelah selatan tanah pendudukan 1948, menjadi museum Yahudi.

Dalam sebuah laporan pada hari Selasa lalu, yayasan menegaskan bahwa Israel telah bertindak ilegal dengan melanggar kesucian Masjid yang merupakan tempat ibadah suci umat Islam dengan menjadikan masjid digunakan untuk tujuan lain.

Menurut laporan itu, sebuah delegasi dari Yayasan Aqsha melakukan kunjungan lapangan untuk memeriksa Masjid dan melaporkan tentang apa yang otoritas pendudukan Israel (IOA) telah lakukan terhadap rumah ibadah tersebut.

Farhoud diuji, seorang wakil dari yayasan di wilayah Negev, mengatakan sangat mengejutkan apa yang dia lihat di dalam Masjid Agung Bersyeba yang telah menjadi galeri foto dan patung-patung yang hal itu sangat menyakiti perasaan umat Islam.

"Demi Allah, mata meneteskan air mata dan jantung berdetak kencang pada saat melihat bagaimana mereka menggantung gambar di masjid yang menunjukkan geng Zionis menduduki kota Bersyeba termasuk Masjid ini, dan foto lainnya mengacu pada keberadaan Zionis di kota. Anda akan marah melihat patung termasuk tentara Zionis atau Inggris berada di sudut-sudut masjid, " kata wakil dari yayasan Sami Abu Mukh.

"Anda juga tidak bisa membayangkan bagaimana mereka menempatkan layar TV besar di tengah Masjid yang sering menampilkan adegan tidak senonoh seperti minum khamar atau tarian telanjang atau adegan dari teks Tanakh atau Taurat," tambah Abu Mukha.

Masjid Agung Bersyeba dibangun pada tahun 1906 oleh kekhalifahan Utsmani bekerja sama dengan orang-orang Negev pada saat itu. (fq/pic)
Read Post | komentar

Kriteria Calon Istri Idaman (seri 1), “Taat Beragama dan Berakhlak Baik”


Disusun oleh Abu Abdil Muhsin Firanda
Prolog
Istri yang bisa membahagiakan suami merupakan idaman, dambaan, dan impian setiap lelaki. Oleh karena itu mencari calon istri bukanlah perkara yang sepele, bahkan ia merupakan perkara yang sakral yang hendaknya setiap lelaki berusaha sebisa mungkin untuk meraih calon istri yang terbaik. Barangsiapa yang salah melangkah tatkala memilih calon istri maka ia akan menyesal dengan penyesalan yang sangat dalam, bagaimana tidak?? istri adalah teman hidup untuk waktu yang bukan hanya sebentar, tetapi bertahun-tahun…, bahkan bisa sebagai teman hidupnya hingga akhir hayatnya…?. Bayangkanlah…, seandainya istri yang menemani perjalanan hidupnya adalah wanita yang baik yang selalu membahagikan hatinya, yang menyejukkan mata jika dipandang…, oh… sungguh nikmat perjalanan hidupnya itu. Namun bayangkanlah seandainya yang terjadi adalah sebaliknya??,
Bayangkanlah jika teman perjalanan hidup anda adalah seorang wanita yang selalu membuat hati anda jengkel, selalu menghabiskan harta anda, selalu melanggar perintah anda, selalu dan selalu…, sungguh perjalanan hidup yang sangat buruk sekali.
Karenanya wajar jika kita dapati sebagian para bujangan bagitu berhati-hati dalam mencari belahan jiwanya??, sampai-sampai kita dapati ada yang bertahun-tahun mencari informasi untuk mencari istri yang ideal, persyaratan yang bertumpuk dipasangnya demi mendapatkan calon yang ideal, namun….akhirnya iapun tak mampu mendapatkan wanita sesuai dengan persyaratan (kriteria) yang telah dicanangkannya??, akhirnya persyaratan yang dipasangnyapun harus ia gugurkan satu-demi satu hingga ia bisa mendapatkan istri.
Pintu mencari istri ini ternyata bukan hanya terbuka bagi para bujangan, namun ia terbuka lebar juga bagi para suami yang masih beristri satu atau beristri dua, atau bahkan yang beristri tiga. Bahkan bisa jadi sebagian mereka lebih bersemangat dibandingkan para pemuda yang masih setia membujang !!?
Seseorang yang telah beristri biasanya lebih mudah dalam menentukan istri yang ideal karena ia telah banyak makan garam dengan istri lamanya, ia lebih mengenal seluk beluk kehidupan wanita, intinya ia lebih mengetahui medan yang akan dihadapinya sehingga petualangannya mencari istri baru lebih mudah dijalaninya. Berbeda dengan orang yang masih bujang, yang belum mengenal medan yang akan ditempuhnya, ia hanya mengandalkan instingnya. Terkadang ia berhasil memperoleh istri idamannya dan tidak jarang iapun terperosok dalam jebakan sehingga akhirnya ia mendapatkan istri yang selalu menggelisahkan hatinya. Terkadang informasi yang ia dapatkan tentang calon istrinya tidak sesuai dengan kenyataan…., apalagi sebagian para bujangan terlalu terburu-buru ingin cepat menikah (walaupun terkadang niatnya baik agar tidak terjatuh dalam kemasiatan), namun sifat terburu-buru ini terkadang membawa kemudhorotan baginya karena ia tidak mencari informasi tentang sifat-sifat calon istrinya dengan baik akhirnya iapun tertipu.
Berkata Syaikh Abdulmuhsin Al-Qosim, “Sifat-sifat batin wanita dan akhlaknya tidak nampak hakikatnya kecuali setelah menikah. Betapa banyak wanita yang dipuji akan sifat-sifatnya kemudian di kemudian hari ternyata sifat-sifatnya malah sebaliknya”[1]
Oleh karena itu penulis mencoba untuk memaparkan sedikit penjelasan para ulama tentang kriteria-kriteria istri idaman menurut ajaran Islam, yang tentunya jika seseorang berhasil mendapatkan istri yang sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut maka insya Allah ia akan menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan. Dan bagi para petualang pencari istri bisa memasang persyaratan (kriteria) calon yang diharapkannya dengan persyaratan-persyaratan yang wajar dan masuk akal, selain itu ia bisa menimbang manakah diantara keriteria-kriteria tersebut yang tetap harus ada dan manakah yang masih bisa digugurkan mengingat sikon.
Muqoddimah
Pernikahan merupakan ajaran yang sangat dianjurkan dalam syari’at Islam mengingat betapa banyak keutamaan dan fadhilah yang bisa diraih oleh seorang pria muslim dan wanita muslimah dalam mahligai rumah tangga. Bahkan mayoritas ulama berpendapat bahwasanya kondisi seseorang yang menikah itu jauh lebih baik daripada kondisi seseorang yang membujang meskipun membujangnya tersebut diisi dengan banyak beribadah kepada Allah.
Ibnul Qoyyim berkata, “Yang merupakan dalil bahwasanya nikah lebih mulia (afdol) daripada menyendiri (berkholwat) untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang sunnah adalah :
Allah telah memilih pernikahan untuk para nabiNya dan para rasulNya. Allah berfirman
(وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجاً وَذُرِّيَّةً) (الرعد : 38 )
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. (QS. 13:38)
Allah berfirman tentang Adam
(وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا) (الأعراف : 189 )
Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya (QS. 7:189)
Musa ‘alaihissalam Kaliimullah (Nabi yang Allah berbicara langsung dengannya-pen) telah menghabiskan waktu selama sepuluh tahun untuk mengembalakan kambing demi menebus mahar istrinya[2]. Dan jelas diketahui bersama nilai sepuluh tahun jika dihabiskan untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang mustahab.
Allah telah memilihkan yang terbaik bagi nabiNya Muhammad. Allah tidak menyukai Muhammad untuk meninggalkan pernikahan bahkan Allah menikahkan beliau dengan sembilan istri atau lebih. Dan tidak ada petunjuk yang lebih baik dari petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain selain adanya kegembiraan Nabi dengan membanggakan banyaknya umatnya[3] (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain selain amalan (orang yang menikah) tidak akan berhenti setelah meinggalnya (karena meninggalkan anak yang sholeh, maka sudah cukup untuk menunjukan keafdhola menikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali akan melahirkan orang yang bersaksi akan keesaan Allah dan kerasulan Nabi (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain selain dapat menjadikan pandangan tertunduk dan menjaga kemaluan dari terjatuh pada perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali menjaga para wanita yang Allah menjaga kehormatan wanita dengan pernikahan, serta Allah memberi ganjaran kepada sang lelaki karena telah menunaikan hajatnya dan hajat sang wanita (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah). Sang lelaki dalam keledzatan-keledzatan sementara pahalanya terus bertambah (dengan bertambahnya keledzatan-keledzatan yang ia rasakan)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali memperbesar Islam dan memperbanyak pengikutnya serta menjengkelkan musuh-musuh Islam (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali menimbulkan ibadah-ibadah (khusus yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga-pen) yang tidak bisa dilaksanakan oleh seorang yang berkholwat untuk melaksanakan ibadah-ibadah sunnah (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali mengarahkan syahwatnya -yang memalingkannya dari keterikatan hatinya pada perkara-perkara yang lebih bermanfaat baginya baik bagi agamanya maupun dunianya- kearah yang lurus (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah). Sesungguhnya ketergantungan hati kepada syahwat atau kesungguhannya dalam melawan syahwatnya akan menghalanginya dari memperoleh perkara-perkara yang lebih bermanfaat baginya. Karena himmah (keinginan) jika telah tersalurkan kepada sesuatu maka ia akan terpalingkan dari yang lain.
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali penjagaannya terhadap putri-putrinya jika ia bersabar terhadap mereka dan berbuat baik kepada mereka maka mereka akan menjadi penghalang yang menghalanginya dari api neraka, (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali membuahkan dua anak-anak yang meninggal sebelum dewasa yang menyebabkan Allah memasukkannya kedalam surga dengan sebab dua anak-anaknya tersebut (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali mendatangkan pertolongan Allah baginya (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah), sebagaimana dalam hadits yang marfu’
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتِبُ الَّذِي يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ
Tiga golongan yang pasti Allah menolong mereka, orang yang berjihad di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah karena ingin menjaga dirinya (dari berbuat kenistaan).[4]))
Demikianlah penjelasan yang sangat gamblang dari Ibnul Qoyyim[5]
Saudaraku yang membujang…, maka sungguh sangatlah jelas bagimu akan keutamaan menikah, maka tentu tidak ada lagi keraguan lagi di hatimu untuk melanjutkan derap langkah menuju mahligai pernikahan.
Akan tetapi… wanita manakah yang berhak untuk engkau nikahi…?,
Wanita manakah yang berhak untuk menjadi belahan hatimu…?,
Wanita manakah yang berhak untuk menemani perjalanan kehidupanmu..?
Berikut ini penulis mencoba memaparkan kriteria-kriteria calon wanita yang berhak untuk menjadi pasangan hidup anda –sebagaimana dijelaskan oleh para ulama-”.
Kriteria-kriteianya sebagaimana berikut ini:
1.       Taat beragama dan berakhlak baik
Begitu banyak hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan wanita shalihah, diantaranya:
عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله  قال مَنْ رَزَقَهُ اللهُُ امرأةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الْبَاقِي
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah memberikan rizki kepadanya berupa istri yang shalihah berarti Allah telah menolongnya melaksanakan setengah agamanya, maka hendaknya ia beratkwa kepada Allah untuk (menyempurnakan) setengah agamanya yang tersisa”[6]
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُنْكَحُ المَرْأةُ لأَرْبَعِ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وجَمَالِهَا ولِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذاتِ الدين تَرِبَتْ يَدَاك
“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena martabatnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya (jika tidak kau lakukan)[7] maka tanganmu akan menempel dengan tanah”[8]
Ada dua pendapat di kalangan para ulama dalam memahami hadits ini[9].
Pendapat pertama, hadits ini menunjukan akan disunnahkannya seseorang mencari istri dengan memperhatikan empat perkara tersebut (harta, kedudukan (martabat), kecantikan dan agama). Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hajar[10]
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “karena hartanya” karena jika sang wanita kaya maka ia tidak akan menuntut suaminya untuk melakukan hal-hal yang tidak dimampuinya, dan ia juga tidak memberatkan suaminya dalam nafkah keluarga dan yang lainnya”[11]
Pendapat kedua, hadits ini hanyalah menjelaskan kenyataan yang terjadi di masyarakat bahwa yang mendorong mereka menikah ada empat perkara. Dan yang disunnahkah hanyalah menikah karena mencari wanita yang baik agamanya sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits tersebut “maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya”. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Imam An-Nawawi. Beliau berkata, “Yang benar tentang makna hadits ini adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang kenyataan yang biasanya terjadi di masyarakat, (mereka tatkala ingin menikah) dalam rangka mencari empat perkara ini, dan (biasanya) yang menjadi pilihan yang terakhir adalah wanita yang beragama, maka hendaknya engkau yang ingin mencari istri, dapatkanlah wanita yang baik agamanya. Bukan maksud hadits ini bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mencari empat perkara ini”[12]
Namun menikah karena tiga perkara yang lainnya (harta, martabat, dan kecantikan) hukumnya boleh, akan tetapi tidaklah dikatakan bahwasanya hal itu sunnah jika hanya bersandar dengan hadits ini. Al-Qurthubi berkata, “Makna dari hadits ini adalah empat perkara tersebut merupakan pendorong seorang pria menikahi seorang wanita, hadits ini adalah kabar tentang kenyataan yang terjadi, dan bukanlah makna hadits bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mencari empat perkara tersebut, bahkan dzohir hadits ini menunjukan bolehnya menikah dengan tujuan salah satu dari empat perkara tersebut, namun tujuan mencari yang baik agamanya lebih utama”[13]
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa hadits ini menunjukan tidak mengapa bagi seseorang untuk menikahi wanita dengan motifasi keempat perkara ini. Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala menyebutkan kenyataan yang ada di masyarakat bahwasanya mayoritas para lelaki yang menikahi para wanita motifasi mereka adalah salah satu dari keempat perkara ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari hal ini, hanya saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk mencari wanita yang baik agamanya.[14]
Syaikh Sholeh Fauzan –Hafdzohullah- menjelaskan bahwasanya hendaknya seseorang memilih wanita yang taat beragama karena wanita yang taat beragama tidaklah mendatangkan kecuali hanya kebaikan. Hal ini berbeda dengan wanita yang berharta, atau yang berpamor tinggi, atau yang cantik karena mereka terkadang bisa mendatangkan kemudhorotan. Seperi wanita yang berharta, harta wanita tersebut bisa jadi menjadikan sang lelaki atau sang wanita lalai dan akhirnya menimbulkan hubungan suami istri yang jelek, demikian juga wanita berkasta tinggi atau memiliki pamor di hadapan masyarakat terkadang bisa menimbulkan akibat yang buruk seperti sang wanita tersebut merasa tinggi dan sok di hadapan sang lelaki, demikian juga kecantikan bisa menimbulkan kemudhorotan bagi sang lelaki. Berbeda dengan wanita yang sholihah, ia akan mendatangkan kemaslahatan”[15]
Demikianlah Islam menjadikan akhlak yang baik dan taat beragama merupakan timbangan utama untuk memilih seorang istri, namun hal ini tidaklah berarti Islam tidak memperhatikan faktor-faktor lain seperti kecantikan, kecerdasan, keperawanan, dan martabat. Akan tetapi Islam menegaskan dan mengingatkan bahwa hendaknya akhlak yang baik dan sifat taat beragama merupakan faktor dan timbangan utama dalam memilih istri. Adapun jika berkumpul faktor-faktor yang lain bersama faktor agama maka sungguh indah hal ini. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Dan jika terkumpul bersama dengan sifat taat beragama faktor kecantikan, harta, dan martabat, maka inilah cahaya di atas cahaya…”[16]
Bersambung …
Catatan Kaki:
—————————————
[1] Khutuwat ila As-Sa’adah hal 49
[2] Sebagaimana firman Allah
(قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْراً فَمِنْ عِندِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ) (القصص : 27 )
Berkatalah dia (Syu’aib):”Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. (QS. 28:27)
[3] Sebagaimana sabda Nabi
عن مَعْقِل بن يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ  فَقَالَ “إِنِّي أَصَبْتُ امرأةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟”، قَالَ: “لاَ”. ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: “تََزَوَجُوْا الوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ
Dari Ma’qil bin Yasar berkata, “Datang seorang pria kepada Nabi r dan berkata, “Aku menemukan seorang wanita yang cantik dan memiliki martabat tinggi namun ia mandul apakah aku menikahinya?”, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jangan !”, kemudian pria itu datang menemui Nabi r kedua kalinya dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melarangnya, kemudian ia menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketiga kalinya maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak(subur) karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan umat-umat yang lain”
[4] HR At-Thirmidzi 4/184, An-Nasai di Al-Kubro 3/194, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro 10/318 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani (Misykat Al-Mashobih 2 no 3089, shahih targhib wat Tarhib 2 no 1308, goyatul marom no 210)
[5] Bada’iul Fawaaid hal 450
[6] HR At-Thabrani dalam Al-Awshath, Al-Baihaqi, Al-Hakim dan Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan lighorihi” (Shahih At-hargib wat Tarhib 2 no 1916).
Al-Munawi berkata, “Hal ini dikarenakan musibah yang sangat besar yang menimpa dan menodai agama seseorang adalah syahwat perut dan syahwat kemaluan. Dengan adanya istri yang shalihah akan terjaga diri seseorang dari melakukan zina yang hal ini (selamatnya seseorang dari syahwat kemaluan) merupakan setengah dari agama yang pertama. Tinggal setengah yang kedua yaitu syahwat perut, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkannya untuk bertakwa menghadapi syahwat perutnya sehingga sempurna agamanya dan ia mampu untuk beristiqomah…dikhususkan wanita yang shalihah karena jika istrinya tidak shalihah meskipun ia mampu menghalangi suaminya untuk berbuat zina namun ia terkadang menghantarkan suaminya kepada perbuatan-perbuatan keharaman yang lain yang membinasakannya….” (Faidhul Qodir 6/137)
[7] Ada beberapa pendapat tentang penafsiran perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam تََرِبَتْ يَدَاكَ “kedua tanganmu akan menempel di tanah”, pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu ‘Arobi adalah ada fi’il syart yang di takdirkan yaitu “Jika engkau tidak memilih wanita yang baik agamanya” maka kedua tanganmu akan menempel di tanah. Ibarat ini digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang buruk, ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah “engkau akan merugi”, ada juga yang mengatakan “lemah akalmu” (Lihat Fathul Bari 9/135-136). An-Nahhas berkata, “Maksudnya adalah jika engkau tidak melakukannya maka tidak ada yang kau raih dengan kedua tanganmu kecuali tanah”. Berkata Ad-Dawudi “Ungkapan ini digunakan untuk berlebih-lebihan dalam memuji sesuatu, sebagaimana mereka berkata kepada seorang penyair (yang sangat indah bait-bait syairnya) قاتله الله “Semoga Allah memeranginya, sungguh ia telah menulis syair dengan baik”  (Lihat Fathul Bari 10/550-551)
[8] HR Al-Bukhari 5/1958
Berkata An-Nawawi, “Hadits ini menunjukan motivasi untuk bergaul dengan orang-orang yang baik agamanya dalam segala perkara, karena barangsiapa yang berteman dengan mereka maka ia akan mengambil faedah dari akhlak mereka yang baik dan barokah mereka, dan baiknya jalan-jalan yang mereka tempuh serta ia akan merasa aman dari mafsadah akan datang dari mereka” (Al-Minhaj syarh shahih Muslim 10/52)
[9] Bidayatul Mujtahid 3/32
[10] Fathul Bari 9/135
[11] Umdatul Qori 20/86
[12] Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim 10/51-52, pendapat ini telah diisyaratkan oleh As-Syaukani dalam Nailul Author 9/234
[13] Fathul Bari 9/136
[14] Ceramah Syikh Ibnu Utsaimin (Syarh Bulugul Maram, kitab An-Nikaah kaset no 2)
[15] Cermah Syaikh Fauzan syarh Bulugul Maram kitab An-Nikaah kaset no 1
[16] Asy-Syarhul Mumti’ XII/13
Read Post | komentar

Musyawarah Anggota 2011

Rabu, 21 Desember 2011

siapakah KETUA UMUM HMMK selanjutnyaaa??
bagaimana STRATEGI dakwah kita setahun ke depan??
bagaimana pertanggungjawaban kepengurusan HMMK periode ini?? DITERIMA atau DITOLAK??

anyone know?? temukan jawabannya hanya di MUSYANG HMMK 2011
23-25 Desember 2011
mari kembali rapatkan barisan kita di momen yang hanya setahun sekali ini, momen yang semoga Allah memenuhinya dengan rahmat dan barokah-Nya
#semangat pagi semua!
Read Post | komentar
 
© Copyright HMMK 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Media | Published by HMMK and Keputrian HMMK